Kamis, 02 September 2010

yakin

Percayalah...bukannya tidak percaya
namun ku butuh di yakinkan...
itulah aku, kufikir kau sudah tau siapa aku...
"crusio" for my self

Kamis, 22 Juli 2010

DELUSI

Delusi

Cinta…Mengapa pengertian Cinta itu bersifat Universal… Aku tidak menyadarinya sampai pada akhirnya…

I can turn off the time even just in one minute

Namaku Hanna, baru saja aku memasuki usia 17 tahun beberapa jam yang lalu. Tidak ada yang special memasuki umurku yang baru ini, hanya beberapa kartu ucapkan yang dikirimkan Ibu yang aku terima tadi pagi, yeah selain sebuah cake yang dibuatkan oleh Old Hanna, ow…yeah she is my grand ma. Kini aku tinggal bersamanya, semenjak mom dan Dad berpisah, aku benci diminta memilih dengan siapa aku harus tinggal, mereka mengecewakanku.

Saat aku berusia 5 tahun, aku melihat dengan jelas pertengakaran mom dan dad untuk pertama kalinya aku rasa , hey…aku berumur 5 tahun siapa yang ingat kejadian dibawah umur 5 tahun? Iya kan? Sudahlah aku tidak mau terlalu membahas hal itu, ada yang ingin aku utarakan, yaitu saat aku melihat pemandangan yang tidak mengenakkan itu, aku menangis dengan sangat kencang, tangisanku terdengar sangat nyaring, bahkan untuk telingaku sendiri. Saat itu aku merasakan suasana hatiku sangat panas, sampai-sampai aku merasakan sendiri darahku mendidih dan letupan-letupan kecil didadaku yang membuatku menangis semakin kencang, tetapi tetap saja mereka saling berteriak, bahkan mereka seakan tidak mengetahui keberadaanku, meskipun aku menangis semakin kuat. Ternyata aku tidak berhasil menarik perhatian mereka

Saat aku menangis semakin kencang, bukan karena sedih melihat pertengkaran kedua orangtuaku yang semakin hebat, tetapi menangis karena aku merasa terabaikan, walaupun aku hanyalah seorang anak tunggal yang tinggal disebuah perumahan mewah di kota New York, namun saat ini aku tinggal di Ankara, Turkey. Yeah nenekku menikah dengan seorang dokter ahli syaraf yang berasal dari Turkey 12 tahun yang lalu.

Ow..yeah kembali pada masa kecilku

Aku menangis semakin kencang dan kencang, sampai-sampai aku merasakan perih pada bagian tenggorokanku, ada hal lain yang mendorongku supaya aku menangis semakin kencang, bukan lagi karena merasa terabaikan, tapi dorongan yang lebih kuat dari itu, aku merasakan seseorang membisikkan ditelingaku yang mengatakan aku harus menagis lebih kencang lagi, seperti terhipnotis akupun mengikutinya. Aku menangis semakin kencang, sangat kencang sampai-sampai kepala keamanan di perumahan kami dan sebuah mobil patroli polisi datang dan mengetuk pintu rumah, masih terdengar jelas suara sirine dari mobil patrol itu di telingaku, hingga saat ini, dan akupun masih mengingat lampu biru yang berputar diatas mobil polisi yang terparkir dihalaman rumahku yang sesekali membuat mataku silau, namun tetap saja aku menagis semakin kencang.

Aku masih mengingat saat mom mencoba menenangkanku dengan pelukan dan ciumamannya, namun tangisku semakin kencang, aku merasakan suhu tubuhku saat itu sangat tinggi, beberapa selang waktu dari itu aku melihat sebuah ambulan tiba dirumahku, seorang paramedic membawaku dan memeriksa suhu tubuhku, aku masih ingat betul, laki-laki paramedic itu hanya menggelengkan kepalanya, satu hal yang masih ku ingat jelas, saat aku digendong dengan menggunakan beberapa lembar kain dan handuk, bukan karena aku menggigil kedinganan, tetapi karena suhu tubuhku sangat-sangat tinggi.
Bisikkan itu terus saja memintaku untuk terus meraung dalam tangisanku dan aku mengikutinya, meskipun aku mencoba menolak, bahkan hatiku mengatakan ingin berhenti, dan lagi tenggorokanku sangat sakit, tapi aku tidak bisa. Aku tidak bisa berhenti untuk menangis.

Aku bertarung dengan diriku sendiri.

Leherku seperti tercekik karena teriakanku yang semakin kencang, ingin rasanya berhenti, tapi aku tdak bisa. Tubuhku seperti di kontrol oleh orang lain, bahkan saat itu aku mulai tidak dapat mengenali diriku sendiri, aku hanya menangis dan menangis semakin kencang. Aku mulai merasa takut dengan diriku sendiri saat itu. Aku menangis dalam hati, karena ketakutan dan karena rasa sakit di tenggorokkanku ditamabah tubuhku seperti terbakar, sepintas aku melihat mom menangis begitu juga dad. Hancur hatiku saat melihat keadaan mereka saat itu.

Aku mulai terpojok didalam diriku sendiri, saat aku merasa tubuhku bukan aku yang menguasai . aku seperti berada dalam ruangan gelap dan sempit, terasa lembab saat aku menghirup udara yang masuk melalui hidungku, berulang kali aku berteriak memanggil mom, tapi kata itu tidak keluar dari mulutku yang keluar hanya suara tangisanku yang semakin kencang.
Sayup-sayup aku mendengar keadaan diluar tubuhku semakin ramai, aku mendengar mom berulang kali memanggil namaku, aku terperanjat, lalu aku kembali memanggilnya, namun sepertinya ia tidak mendengarnya, aku memanggilnya lagi dan lagi, namun percuma. Aku kembali terdiam di pojok ruangan yang gelap, lelah. Ingin rasanya aku menyerah saat itu. Aku hanya gadis kecil berusia 5 tahun. Aku tergeletak dalam ruangan dan kedinginan, nafasku sesak aku merasa keletihan yang sangat, aku seperti sudah tidak punya tenaga, bahkan hanya untuk menangis, berputus asa karena tubuhku dikendalikan.

Sampai pada saatnya aku merasa sesuatu yang hangat menggenggam tanganku, mataku terbuka namun aku tidak dapat melihat wajahnya, yang aku ingat hanya perawakan tubuhnya tidak terlalu jauh dariku, ia menarikku dengan paksa, sehingga aku sedikit terseret namuan akhirnya dapat menyesuaikan diri lalu bangkit. Dia berbicara padaku dan seakan meminta sesuatu padaku tapi aku tidak dapat mendengar suaranya, aku kebingunangan. Berkali-kali ia melihat kerah belakangnya, wajahnya tampak sangat ketakutan, sama denganku. Lalu aku hanya terdiam, dan dia mengoyangkan kedua bahuku dengan tangannya, sambil mengatakan sesuatu, namun aku tidak memahami perkataannnya, aku tidak dapat mendengar suaranya, lalu dia semakin kencang mengguncang tubuhku, akupun mulai merasa kesakitan. Kembali ia melihat kearah belakang, sepertinya ia ketakutan, entah apa yang ia takutkan, namuan aku jauh lebih merasa ketakutan.

Anak laki-laki itu terus saja mengguncangkan tubuhku semakin kencang dan kencang sambil sesekali ia kembali melihat kearah belakang sambil mengucapkan sesuatu di mulutnya dan berulang kali aku mengatakan padanya bahwa aku tidak mengerti apa yang ia katakan namun tampaknya pecuma ia pun sepertinya tidak mengerti apa yang aku ucapkan. Aku mulai merasa kesakitan dan aku mulai berontak, dalam rasa takutku aku mencoba melepaskan lenganku dari cengkramannnya, namun anak laki-laki yang terpaut 2-3 tahun diatasku itu justru semakin kencang mengguncang bahuku, aku kembali berontak dan ia mendorongku ke belakang, seperti boneka kecil aku tersungkur diatas ubin yang dingin hingga kepalaku terbentur tembok, sampai akhirnya aku mengatakan dengan sangat kencang kata STOP, lalu anak laki-laki itu menghilang sambil melayangkan senyum, lalu sayup sayup aku mulai mengenali ruangan disekitarku, aku mulai dapat melihat wajah kedua orang tuaku yang panik, paramedis yang kelihatannnya sedang sibuk merawatku dan beberapa polisi yang sibuk dengan handy talkynya.

Aku dapat mengendalikan tubuhku sendiri dan aku dapat berhenti menangis, namun ada yang aneh saat itu, semua orang yang berada diruangan itu seperti mematung, aku hanya terdiam sambil ketakutan yang sangat, hingga beberapa detik kemudian, semuanya seperti normal . aku langsung tersadar, dengan suhu tubuhku yang normal, mataku tidak nampak sembab dan tenggorokanku tidak terasa sakit, singkat kata seperti tidak terjadi apapun.
Kurang dari 30 menit rumahku sudah kembali sepi, saat paramedis dan polisi berpamitan, aku merasakan kebingungan yang sangat, kembali aku mendengar orangtuaku bertengkar. Emosiku kembali meningkat detak jantungku kembali berdetak dan aku sudah tidak dapat menahan emosiku hingga aku berteriak STOP. Kembali mereka mematung.
Beberapa tahun saat kejadian itu aku menyadari, bahwa aku dapat menghentikan waktu selama satu menit.

Membingungkan

Beberapa kali aku pindah sekolah saat aku di Sekolah Dasar, yeah terlibat dalam beberapa keributan dan beberapa kejadian aneh dari sundut pandang orang lain, tapi tidak menurutku. Aku pernah memukuli beberapa anak perempuan yang berdandan seperti Barby dan mereka mengintimidasi beberapa anak perempuan lainnya, termasuk aku, lalu aku berteriak dan waktupun terhenti. Saat aku memasuki kelas Tingkat lanjutan pertamaku aku hanya 2 kali pindah sekolah, yeah masih masalah yang sama.

Saat ini aku mampu mengendalikan emosiku, karena seseorang yang bernama Abbraham Greenleaf, dia siswa pindahan dari sebuah sekolah yang berada di Arizona, dan dia adalah satu-satunya orang yang tetap bergerak saat aku menghentikan waktu. Entah apa yang terjadi, yang pasti dia tidak mempan dengan ilmu ku.
Dia selalu ada dimanapun setiap kali aku akan melakukan aksiku, sedikit menyebalkan dan mengganggu tentu saja.
“Melamun lagi nona Anderson”
Suara yang tidak asing terdengar ditelingaku, cepat-cepat aku merapihkan buku yang memang sedari tadi sudah rapi, sambil melayangkan senyum pada Mrs. Gilbert, guru sejarah.

KRINGGG…
Save by the bell

Belum sempat guru sejarah itu bertanya lebih lanjut, namun kelas harus segera bubar.
Aku tidak mempunya teman dekat, seperti umumnya anak-anak perempuan yang lain selain Mike Collin, satu-satunya yang mau berteman denganku saat aku memasuki sekolah ini. Mike satu-satunnya yang tidak menganggapku aneh, hanya karena aku tidak menyukai make-up, high heels dan gaun.

Sempat aku bertanya-tanya mengapa Mike menjadikan aku sahabatnya, well sekolahku ada sekitar 786 siswi yang berpenampilan menarik hasil perkiraanku, lalu sekitar 102 siswi yang kelihatannya lumayan masih perkiraanku juga dan 1 orang aneh yah.. itu aku. Mike adalah tipe laki-laki yang menarik, sebenarnya banyak anak perempuan yang mendekatiku agar mereka dekat dengan Mike, namun tidak jarang juga aku mendapatkan beberapa terror agar aku tidak terlalu dekat dengan Mike. Tapi aku tidak peduli, toh awalnya bukan aku yang mendekati Mike. Mike memiliki rambut yang warnannya senada denganku coklat tembaga, demikian juga dengan warna mata kami yang hijau, namun postur tubuh Mike jauh diatasku, tubuhnya sangat atletis, sedangkan aku kurus dengan kulit yang pucat.

“Melamun lagi Eh?”

Suara yang sudah kuhafal, Mike pastinya lagi pula anak laki-laki mana lagi yang mau menyapaku selian Mike, dia datang dari arah belakang sambil mengurak-urak rambutku, yang langsung aku rapihkan kembali.

“Siapa yang melamun” sanggahku, meskipun seratus persen Mike benar dengan tebakannya. “Terus saja mengelak…” ledeknya. “Aku sudah menjadi temanmu selama dua tahun” tambahnya lagi. Aku hanya mampu mengangkat kedua bahuku dan hanya memberikan senyum simpul sambil mengarahkan kakiku kearah loker kami yang memang sengaja Mike buat bersebelahan.

Setelah meletakan beberapa buku dalam loker, kami langsung menuju kantin, dan seperti biasannya aku selalu duduk dikursi yang sama saat pertama kali aku masuk sekolah ini, yaitu pojok sebelah kanan dekat dengan jendela, karena kebiasaan kami yang sudah terbiasa di kursi itu maka, setiap kali kami datang kekantin kursi itu selalu kosong, Ow yeah disitu juga aku pertama kali berteman dengan Mike. Setangkup roti, daging panggang dan segelas susu full criem adalah menuku hampir setiap hari, Mike sudah hafal betul.

Bohong jika aku tidak menyimpan perasaan lebih pada Mike

Bila perasaan itu timbul aku akan segera menepisnya jauh-jauh dari benakku, karena aku tidak mau persahabatanku hancur hanya karena perasaan bodoh itu. Dulu Mike pernah bilang padaku kenapa ia mau berteman denganku, dia berkata karena aku satu-satunya anak perempuan di sekolah yang mengacuhkannya maksudnya tidak tertarik padanya. Hubungan persahabatan kami sangat dekat, tapi Mike tidak pernah tahu mengenai kekuatanku jika aku boleh menyebutnya seperti itu.

Waktu cepat berlalu jika aku bersama Mike

“Hanna, makan malam sudah siap”

Old Hanna memanggilku dari lantai bawah, malas rasanya harus beranjak, walau hanya untuk makan malam. Namun kupaksakan kakiku turun dari tempat terhangatku dan mulai menuruni anak tangga satu demi satu. Malam ini Frank tidak ikut makan malam, karena ia harus berada di rumah sakit untuk melakukan beberapa oprasi, kata nenekku menjelaskan, sebetulnya kehadiran Frank dirumah tidak terlalu mempengaruhiku, karena meskipun kami tidak mempunya hubungan darah namun sifat kami hampir sama, kami tipikel orang yang kaku dan sulit untuk berinteraksi dengan orang lain, namun sangat berlawnan dengan Old Hanna, dia begitu ramai dan mudah membuat orang lain tertawa salah satu sifat yang aku sukai darinya, namun sifat itu tidak muncul dalam gen Ibuku.

Selesai dengan makan malamku yang singkat, langsung aku berlari menaiki tangga sambil mencium pipi nenek untuk berpamitan tidur. Sebetulnya aku tidak betul-betul tidur, biasanya aku langsung membuka computer dan chating dengan Mike. Aku selalu berdoa agar aku tidak mempunyai perasaan lebih pada Mike, karena aku tidak mungkin memilikinya dan kami tidak mungkin bersama terlebih tidak mungkin Mike memiliki perasaan yang sama denganku, karena aku tahu persis siapa tipe wanita kesukaan Mike, aku berteman dengannya selama dua tahun kan? Terlebih selama ini Mike tidak pernah memperlihatkan tanda-tanda itu. Me and my stupid mind

Setiap kali bersama Mike ingin rasanya ku menghentikan waktu selamanya.

Abbraham Greenleaf

Aku baru mengetahui namanya akhir-akhir ini saat aku dan Mike mengerjakan tugas sosialku, aku dan Mike harus mewawancarai siswa disekolah secara acak dan sampailah pada laki-laki itu. Abbraham, selalu saja ada disaat aku melakukan aksiku, entah dari mana laki-laki yang berperawakan kurus tinggi itu mengetahui niatku. Aku tidak pernah tertarik bertanya kepadanya atau mengetahui apa maksud dan keinginannya, Karena aku enggan membahas mengenai keahlian ku itu pada siapapun, aku sudah cukup merasa gila dengan diriku sendiri saat aku masih dalam tahap anak-anak dengan adanya sesuatu yang aneh dengan diriku itu. Hingga pada suatu saat aku menyadari keberadaan Abbraham selalu menjadi penenangku saat aku emosi dan akan meluapkannya dengan menghentikan waktu, hingga emosiku kembali stabil. Hingga suatu saat aku menjadi sangat penasaran dengan sosok Abbraham, maka aku memutuskan akan berbicara dengannya, entah kapan, tapi aku harus berbicara dengannya. Aku ingin mengatahui apa yang ia ketahui mengenai kau, aku ingin mengetahui mengapai ia selalu ada saat aku ingin melampiaskan emosiku dengan menghentikan waktu dan menghajar semua yang membuat emosiku naik. Aku ingin bertanya padanya mengapa ia tidak pernah menanyakan hal itu padaku, dan pada akhirnya aku ingin mengetahui, siapakah Abbraham.

Pernah suatu saat aku melihat Mike bersama seorang gadis yang bernama Mandy, saat aku dan Mike berencanakan merayakan ulang tahunnya yang ke 16 tahun denganku, saat itu aku sudah menyiapkan semuanya di atap gedung sekolah, tempat aku dan Mike menghilang jika pelajaran mulai membuat kami jemu, aku sudah menyiapkan semuanya, ya semuanya lengkap dengan makan malam, meskipun hanya pasta dan jus jeruk. Saat itu untuk pertama kalinya aku mengenakan gaun yang terbuat dari sutra berwarna biru muda milik nenekku, aku menunggunya sudah lebih dari 3 jam dari jam yang telah kami sepakati, namun dia tidak kunjung datang, dan saat itu juga aku merencanakan akan menyampaikan perasaan ku padanya, memberitahunya betapa aku sangat menyayanginya, betapa berartinya dia untukku dan seberapa besar perasaanku padanya. Namun itu tidak pernah terjadi, akhirnya aku memutuskan untuk mengakhiri drama antara aku dan Mike dalam hatiku. Malam itu hujan sangat deras, gaunku basah dan pasta yang sudah aku siapkan bercampur dengan air hujan, aku kedinginan dan kelaparan pastinya. Namun aku masih menunggunya di atap sekolah, menunggunya sambil merasakan dingin yang membuatku menggigil dan masih berharap untuk kedatangan Mike. Aku menunggunya dengan perasaan penuh cinta, sampai pada akhirnya 5 jam berlalu dan aku masih diatap sekolah, namun dia tidak datang. Aku memutuskan untuk pulang.

Saat perjalanan pulang dengan pakayan basah kuyup lengkap dengan menggigil yang sangat sampai-sampai aku merasakan butiran-butiran air yang berada dikulitku seperti jarum yang menusuk-nusuk kulitku. Aku menuju tempat parkir dan disanalah aku melihat Mike, aku melihatnya berada didalam mobilku, hilang rasa dingin dan laparku saat aku melihat wajahnya dari balik kaca jendela mobil tuaku, namun saat aku mendekati mobil itu, aku baru menyadari bahwa Mike tidak sendirian tapi bersama seseorang yang aku tahu betul siapa. Dadaku sakit, aku merasakan mual yang sangat malam itu, jantungku terasa berhenti berdegup, aku tidak dapat mengatur hembusan nafasku yang keluar melalui hidungku, aku melihatnya sedang berciuman dengan Mandy, mereka berciuman didalam mobilku. Menyedihkan sekaligus membuat emosiku meningkat dan langsung aku menginginkan saat penghentian waktu, namun Abbraham, berdiri disamping mobilnya dan menggelengkan kepalanya, seoalah dia tahu apa yang aku fikirkan dan seperti bayi aku menuruti perintahnya dan langsung berlari mencari taxi. Sepertinya aku mengalami deJavu saat melihat Abbraham, sepertinya aku pernah melihat Abbraham dimasa laluku.

Hatiku hancur berkeping-keping. Aku mencoba menahan air mata untuk tidak keluar dari balik kelopak mataku, namun aku tidak berhasil menahannya dan luruhlah buliran air mata itu dan melesat di pipiku, tak terelakkan juga aku terseguk-seguk menangis didalam taxi. Aku tidak menyalahkan Mike atas kejadian itu, karena memang antara kami tidak pernah terjalin ikatan apapun selain pertemanan kami, dan aku hanya bisa menyalahkan diriku sendiri atas perasaanku, perasaan y$ang seharusnya tidak aku pupuk untuk Mike. Saat berada di tempat parkir itu ingin rasanya aku menghacurkan mobil itu, ingin rasanya membuat bangunan yang berada diatasnya runtuh dan menimpa menimpa mobil itu, mobil VW tahun 80 pemberian Frank dan Hanna tapi syukurlah itu tidak terjadi karena bisa saja aku membuat Mike terluka dan bahkan Mandy. Aku seperti tidak mengenali diriku sendiri saat berfikiran seperti itu.

Musim dingin tiba, dan aku merasakan musim dingin kali ini adalah musim dingin yang terburuk bagiku. Aku sudah mengenakan beberapa lapis pakayan lengkap dengan syal yang melilit di leherku, namun tetap saja udara dinginnya seperti langsung menembus tulangku. Sekolahku meliburkan siswa karena cuaca yang buruk, lagi pula banyak dari siswa yang tidak masuk sekolah karena sakit, termasuk dengan beberapa guru yang tidak bisa hadir dengan alasan yang sama.

Menyebalkan untukku jika aku harus tetap tinggal di rumah selama libur sekolah, aku tetap datang ke atap sekolah untuk menikmati dinginnya salju yang membuatku beberapa kali kesulitan bernafas, namun aku menyukai udara dingin seperti ini, aku merasa dengan udara dingin seperti ini emosi dalam jiwaku menjadi teredam aku merasakan lebih tenang. Beberapa kali aku merinding saat udara dingin menyapu tubuhku, mataku tertuju pada sebuah sofa rusak yang kami bawa dari gudang guru dilantai dasar, aku dan Mike menyeretnya keatap ini dengan susah payah pada malam hari. Mike menderita flu yang sangat berat, aku saja hanya diperbolehkan menjenguknya sesekali, menyebalkan menjalalankan hari-hariku tanpa Mike. Aku sudah terbiasa dengan keberadaannya.

Aku menyandarkan tubuhku pada sofa usang yang sudah hampir tidak menyerupai sofa, namun tetap saja sofa itu terasa hangat, Aku merinduhkan Mike

Suara langkah seseorang membuat lamunanku berhamburan, aku langsung mempertegas posisi dudukku, siapa yang datang ke tempat persembunyianku dengan Mike, Karena hampir tidak ada siswa yang mengetahui tempat kesukaan ku disekolah ini. Suara langkah kaki semakin jelas terdengar di telingaku, aku mulai memikirkan apakah aku harus menghentikan waktu walau hanya untuk sesaat, hanya untuk mengetahui siapa yang datang, namun aku tidak dapat berfikir dengan jelas, emosiku labil, aku tidak dapat berbuat apa-apa aku seperti terhipnotis dan hanya terdiam, jiwaku mengatakan bahwa aku harus sembunyi, namun sepertinya otot rangkakku tidak dapat berkoordinasi dengan baik dengan syaraf di kepalaku, semakin jelas terdengar suara langkah itu, semakin kencang detak jantungku. Aku seperti tidak dapat menggerakkan tubuhku aku hanya menunggu kedatangan pemilik suara sepatu itu, bahkan aku tidak dapat mengatur emosiku, ingin aku meraskan marah hingga aku dapat menghentikan waktu, tapi aku tidak bisa, perasaanku justru tenang, meskipun detak jantungku semakin cepat, Aku merasa seseorang mengendalikan emosiku. Kembali aku merasa terpojok.

Abbraham Greenleaf

“Hallo Hanna” Aku hanya terdiam
“Aku senang akhirnya kita bisa bicara”
Aku masih terdiam, aku merasa tubuhku masih bukan milikku.
Abbraham berdiri beberapa langkah didepanku sambil melipatkan kedua tangan didepan dadanya. Detak jantungku sudah mulai berirama normal, namun emosiku masih datar, biasanya aku akan langsung defensif ketika seseorang menggangu ketenanganku tapi tidak kali ini, oleh sebab itu aku merasa tubuhku saat ini bukanlah tubuhku.

“Kau tahu, kau bisa sakit bila selalu berkeliaran diudara terbuka seperti ini” lanjutnya

Aku bertanya-tanya dalam hati dari mana dia tahu kalau aku sering berada ditempat ini? Apakah dia mengetahui tempat persembunyianku ini? Urgh… aku benci dengan keadaan penuh tanda tanya seperti ini.

“Kenapa wajahmu seperti itu” Abbraham tersenyum simpul, mungkin karena melihat ketegangan di wajahku, namun meskipun wajahku penuh ketegangan justru hatiku merasa tenang. “Ow yah kau belum mengenalku,” ia melangkahkan kakinya menuju ke arahku sambil memberikan tangannya “Aku Abbrahan Greenleaf, kau bisa memanggil ku Abb, jika kau menginginkannya”. Aku mengacuhkannya, lalu ia kembali menarik tangannya, namun sama sekali tidak tampak wajah kecewa dari raut wajahnya. Wajahnya tampak tenang dan teduh, selalu tanpa emosi dan itu yang membuatku menjadi membencinya, karena aku tidak dapat membaca air wajahnya.

“Kau sama sekali tidak mengingatku yah?” Abb duduk di sebelahku, dan aku tidak mampu mengeser tubuhku walaupun aku sangat ingin bergeser tempat duduk atau bahkan aku ingin pindah dari kursi itu dan meninggalkan tempat favoritku. Aku merasa terintimidasi oleh wajah tenangnya.

Tunggu, jika aku tidak salah menangkap ucapannya, dia berkata aku tidak mengingatnya? Memangnya dimana aku pernah bertemu dengannya selain disekolah ini?. Benakku langsung teringat saat aku berada disekolah dasar, apakah dia salah satu korbanku saat aku meluapkan emosiku?. Aku benci merasa penasaran seperti ini. Jika memang benar dia teman sekolahku di sekolah dasarku ingin rasanya aku memakinya tapi aku tidak bisa, emosiku sangat-sangat tenang. “Aku tidak mengenalmu” suaraku tagang. Abb hanya tersenyum dengan tatapan mata yang teduh, langsung aku memalingkan wajahku darinya. Tatapan dan sikapku masih dingin.

“Baiklah aku akan menunggu hingga kau mengingatku Hanna” Abb beranjak dan mengusapkan tangannya kekepalaku, langsung aku teringat dengan kebiasaan Mike yang satu itu, meskipun kadang aku protes pada Mike namun sejujurnya aku menyukainya. Saat Abb melakukan hal yang sama dan ingin aku mengelakkan kepalaku, tapi lagi-lagi aku tidak bisa, tubuhku seperti membeku.

Mike datanglah…

Abbraham melangkahkan kakinya berlahan, suara sepatunya terdengar semakin menjauh, aku langsung dapat menggerakan tubuhku, aliran darahku kembali beredar dengan normal. Emosiku menjadi stabil kembali, kini ada perasaan marah dan kesal dalam hatiku. Aku dapat mengontrol perasaanku.

Ada hal lain yang aku amati mengenai Abb, memang aku merasa sudah mengenalnya dan pernah melihat dia sebelumnya, namun aku tidak mengingat dimana dan kapan aku bertemu dengannya.

Waktu berjalan sudah hampir dua minggu, namun Mike masih terbaring di rumah sakit, ia mengalami Pleuritis, terjadi radang pada selaput paru-parunya. Sebetulnya ingin aku menemani Mike setiap hari, namun Old Hanna melarangku , tapi aku diijinkan ke rumah sakit setelah jam berkunjung selesai karena ayah Mike seorang kepala rumah sakit tanpa sepengetahuan nenekku tentu saja, keluarga Mike cukup baik padaku, bukan hanya karena Frank pun seorang kepala rumah sakit, rumah sakit yang berbeda tentunya, meskipun begitu tetap saja aku mencoba berjaga jarak dengan keluarga Mike. Hatiku seperti teriris melihat selang yang masuk di kedua hidung Mike dan botol infuse yang berkali-kali diganti, wajah Mike sangat pucat. Andai aku bisa menggantikan posisi Mike, aku pasti rela.

“Hey…pulanglah”
Suara Mike membuyarkan lamunanku. Suaranya terdengar sangat lemah dan wajahnya masih pucat, namun matanya tetap membuatku merasa aman bila didekatnya. Aku mencoba memaksakan tersenyum, bagaimana mungkin aku dapat tersenyum melihat keadaan Mike yang seperti ini. “Kau sudah tiga hari berturut-turut menginap dirumah sakit” suaranya terdengar terbata-bata disertai nafas yang tersenggal-senggal. Hatiku hancur melihat Mike seperti itu, tubuhnya jauh lebih kurus dari yang sebelumnya, terlihat dari tulang pipinya yang menonjol. Batinku menagis meringis melihat Mike saat ini, Mike yang biasanya ceria dan sprortis dan kini hanya tergeletak tak berdaya diatas tempat tidur dengan selang infuse dan selang oksigen di kedua hidungnya.
“No, Am Fine, I wanna stay here” jawabku kembali terbata-bata. Aku langsung membantah keras permintaan Mike. “Don’t please Mike, I wanna stay here” aku kembali bersikeras. “Hanna, Go home take a rest You needed, please…” Mike lebih bersikeras. Aku ingin tetap menolak, namun aku mendengar suaranya sedikit menekankan dan aku khawatir jika emosinya naik akan mempengaruhi nya. Dengan berat hati aku meluluskan permintaannya. Berat rasanya meninggalkan Mike sendiri disana.

Aku berjalan di koridor rumah sakit dengan sangat berlahan, apakah aku harus menghentikan waktu terus menerus agar aku dapat bersama Mike, tapi itu mustahil. Benakku sibuk mencari segala cara agar aku tetap menemani Mike di rumah sakit. “Oh No, Jacket ku tertinggal” Cerobohnya aku, mana bisa aku bertahan diluar sana dengan udara seperti ini tanpa jacket. Aku langsung berlari kecil sepanjang korodor dan berhenti sejenak saat didepan kamar Mike yang bernomor 203, aku tidak mau membangunkan Mike yang tengah terlelap pastinya, berlahan aku menggenggam handle pintu, lalu kuputar berlahan, degap jantungku berdebar, tak sabar ingin melihat wajah teduh Mike kembali.

180 derajat diluar perkiraanku, disana, di salah satu sudut tempat tidur Mike duduk seorang wanita anggun berambut pirang terurai rapih sebahu, wanita itu sedang mengengam tangan Mike dan mencium kening Mike, yah perempuan itu adalah Mandy. Ingin rasanya aku segera menutup pintu kamar, tapi aku tidak. Aku tidak bisa menggerakan tubuhku, nafasku sesak aku merasakan sakit yang luar biasa di dadaku, jantungku seperti berhenti berdetak, aku merasa tidak punya tenaga walau hanya untuk menutup pintu kembali. Hatiku hancur. Aku mencoba menggapai Mike namun tak bersambut ia bagaikan bintang yang tidak pernah bisa aku raih, aku mencoba selalu berada didekat Mike, tapi Mike tidak pernah bertepi. Sendiri membendung rasa, aku seperti tenggelam. Untuk kedua kalinya aku merasakan sakit yang luar biasa, namun kali ini jauh terasa lebih menyakitkanku, karena Mike yang memintaku untuk pergi, pergi dari sisinya, kini aku tahu alasan Mike memintaku untuk segera pulang. Aku ingin meluapkan kemarahanku, tapi aku tidak bisa. Aku merasakan sakit yang sangat di hatiku tapi aku tidak dapat meluapkan emosiku lalu kuhentikan waktu.

Berlahan aku dapat melangkahkan kakiku, dengan terseok-seok aku mencoba berjalan meninggalkan kamar Mike. Aku tidak dapat merasakan kakiku menginjak bumi, seribu kali aku mengutuk diriku sendiri, mengapa aku sampai jatuh cinta pada Mike. Kembali untuk kedua kalinya mataku mengeluarkan air mata untuk Mike. Love is suck

Diluar rumah sakit aku tidak dapat merasakan udara dingin, hatiku seperti sudah membeku. Aku tidak dapat mencegah keluarnya air mata dari kelenjar air mataku, meskipun sekuat tenaga aku mencoba menahannya. Aku mencoba bertahan dan melangkahkan kakiku menuju stasiun bis, namun hatiku terlampau sakit, dadaku sesak dan pada akhirnya aku menyandarkan tubuhku di sebuah papan reklame, aku merasa bumi sudah tidak memiliki gaya gravitasi, sehingga aku seperti melayang ke udara. Aku tak dapat menopang tubuhku sendiri hingga aku tersungkur di trotoar. Kini aku merasakan udara dingin menggerogoti tulangku. Akhirnya tangisku pecah, aku menangis tersedu-sedu dan aku sudah tidak dapat berfikir rasional.

Aku merasakan sesuatu yang hangat menyelimuti tubuhku, aku mencoba menaggahkan kepalaku tapi aku tidak mampu Seseorang telah memberikanku sesuatu yang hangay lalu memelukku dengan erat. Tangisku semakin memecah udara dingin, lalu aku kembali memeluk entah siapa yang memberikanku rasa aman saat itu. Aku hanya ingin menangis, menangis karena kebodohanku. Aku merasakan lelah yang sangat, hingga akhirnya aku tertidur dalam pelukan seseorang aku tidak dapat membedakan apakah aku pingsan ataukah aku mengatuk yang teramat sangat, yang kurasakan hanyalah rasa lelah hingga akhirnya aku tidak sadarkan diri.

Hangat, aku merasakan kehangatan disekujur tubuhku. Kepalaku sakit saat aku mencoba menggerakkan tubuhku.

“Don’t move hanna”
Suara lembut dan hangat mengejutkanku hingga aku sedikit terperanjat. “Maaf, membuatmu kaget” lanjutnya.
“You” aku mencoba difensif
“Yes, Hanna its me” lanjutnya lagi dengan suara lebih hangat. “Bagaimana keadaanmu?” tangannya menyentuh keningku, namun aku hanya diam saja. “Kelihatannya demammu sudah turun, dan kata dokter kau baik-baik saja hanya kedinginan dan kelelahan saja” lanjutnya sambil beranjak dari tempat tidur dan mengambilkannku segelas susu.
“Dimana aku?” sambil menggenggam segelas susu yang di bawakan Abb untukku, berapa lama aku sudah tertidur disisni?” lanjutku, “Bagaimana aku bisa sampai disini?” aku sengaja memberondong pertanyaan, aku tidak suka berada di posisi penuh tanya jawab “dan siapa kau sebenarnya?” lanjutku
Abb menghembuskan nafas panjang, tertunduk sesaat kemudian tersenyum kearahku. “Baiklah aku akan menjawab semua pertanyaanmu” Abb membetulkan posisi duduknya, aku mengamati pemuda itu dengan sangat, mencoba mengingat dimana aku pernah bertemu dengannya. Harum tubuh Abbraham membuatku merasa nyaman, sepintas aku menyimak wajahnya, ternyata ia memiliki wajah yang sangat tampan, dengan cepat aku memalingkan pandanganku darinya saat ia mendapati aku memperhatikan wajahnya, lalu ia hanya tersenyum simpul Abbraham terlihat sangat mempesona.

“Hanna kau berada diapartemenku, aku membawamu kesini karena kau pingsan di trotoar rumah sakit, aku sengaja tidak membawamu kerumah sakit karena aku tau kau pasti tidak menginginkan untuk tinggal dirumah sakit” wajahnya begitu tenang saat ia menceritakan runtutan kejadian saat aku Uh.. aku bahkan malu untuk mengingat hal itu. Aku meminum susu seteguk demi teguk segelas susu yang berada ditanganku.

“Aku sudah menelpon nenekmu, namun ia sedang berada di luar kota bersama kakekmu” tukasnya. “Aku dilahirkan di New York, namun aku keturunan Turkey-Belanda, ayahku berasal dari Ankara” Abbraham beranjak dari tempat tidur lalu berjalan menuju jendela kamar. Sekilas aku memperhatikan kamar Abbraham, sangat besar dan beronamen klasik, langit-langit kamar Abbraham sangat tinggi dan berbentuk seperti kubah, sangat indah.

“Hanna, apakah betul kau tidak mengingatku sama sekali” aku memalingkan wajah kearah Abbraham, aku memicingkan mata karena siluet dan yah…aku pernah melihat Abbraham sebelumnya, aku mengingat postur tubuhnya dan aku mengingat wajahnya, kejadian itu yah kejadian dimana aku mendapatkan kekuatan untuk mengehentikan waktu untuk pertama kali. Yah aku mengingatnya. Abb adalah anak laki-laki yang berada dalam benakku itu. Kepalaku langsung sakit dan langsung aku menelungkupkan kepala dengan kedua tanganku, lalu Abbraham berlari kecil menghampiriku.

“Sudahlah Hanna tidak usah kau memaksakan diri untuk mengingtaku” kata Abb terlihat sedikit panik namun tetap saja pembawaan Abb memang selalu tenang. Abb kembali membaringkan tubuhku dan menutupku dengan selimut hangat dan harum. “Aku tidak apa-apa” aku mencoba untuk duduk kembali “Tidurlah Hanna” tukar Abbraham sambil menahan kedua pundakku. Cara menggenggamnya sama dengan cara menggengam anak laki-laki itu. “Abb aku sudah…” Abb menaruh jari telunjuknya diatas bibirku “Suttt, Hanna istirahatlah”

Dua minggu berlalu, keadaan sudah kembali normal, cuaca sudah membaik, aku membaik dan begitu juga dengan Mike, dia kelihatan sudah sangat pulih mungkin berkat mandy. Semenjak kejadian dirumah sakit itu aku sudah tidak pernah menjenguk Mike, bahkan aku menolak semua telponnya. Beberapa kali ia menemuiku, namun aku mengacuhkannya, aku bersikap acuh dan sinis pada Mike, namun bukan karena aku patah hati karena ia lebih memilih Mandy, namun karena aku sangat mencintainya. Aku tidak ingin kedekatanku merusak hubungannya dengan Mandy, dan lagi aku sedang mencoba menata hidupku kembali tanpa Mike, sebelumnya Mike adalah ibarat oksigen untukku, aku tidak dapat jauh-jauh dari Mike, jika sedikit saja ia jauh maka aku tidak dapat bernafas. Dan aku ingin meninggalkan itu semua.

Mike kelihatannya marah atas sikapku, kini iapun tak lagi menghubungiku ataupun menyapaku. Terasa sekali saat di kantin aku masih duduk ditempat yang sama sendiri dan Mike duduk di kursi yang lain. Maafkan aku Mike, akan lebih baik jika keadaannya seperti ini.
Kediaman aku dan Mike membuatku kehilangan semangat untuk hidup, aku hidup seperti tanpa emosi. Aku mencoba tangguh, namun jiwaku sangat-sangat rapuh. Tak jarang aku menangis diatap sekolah, satu-satunya tempat aku bisa mencurahkan emosi kesedihanku aku sungguh-sungguh tidak bisa jauh dari Mike. Aku masih sering ke tempat ini, namun tidak Mike, bahkan ia sudah jarang pergi kesekolah.

Hatiku sakit, kepalaku penat dan aku muak dengan keadaan seperti ini, emosiku menjadi sangat tinggi dan Stop. waktu terhenti semua yang berada di sekitarku berhenti, aku mengambil kayu dan menghantamkannya kesemua kaca jendela sekolahku, aku sudah tidak dapat berfikir dengan jelas, aku tidak dapat mengatur emosiku. Aku seperti mayat hidup, aku hancurkan semua yang bisa aku lakukan, aku mengancurkan ruang guru, setiap kelas yang aku lewati. Aku berada dalam masa kritis dalam hidupku, kembali aku tidak mengenali diriku sendiri, namun aku merasakan kepuasan dengan apa yang aku lakukan, tidak ada yang aku sesali dengan aksi bengalku, kulangkahkan kakiku menuju ruang kesehatan siswa tempat berikutnya yang ingin aku porak porandakan namun seseorang menahanku di salah satu koridor sekolah.

“Hanna, hentikan” Abb menghadangku dari arah depan, wajahnya tampak marah
“Pergi kau dan jangan ikut campur urusanku” aku memberikannya penekanan pada setiap kata. “Hanna kendalikan emosimu” Abb mengapai tanganku yang sedang memegang pemukul bassball. “Sekali lagi aku ulangi, jangan ikut campur dengan urusanku” tidak seperti kejadian sebelum-sebelumnya aku merasa saat ini aku tidak merasakan penyesalan sama sekali, tidak ada pertengkaran hati nurani dalam hatiku, seakan semua setuju dengan apa yang baru saja aku lakukan. Apakah aku sudah tidak mempunyai hati nurani.

“Kau fikir apa yang kau lakukan Hanna, kau fikir dengan seperti ini kau bisa mengatasi masalahmu Ha?, kau fikir dengan menghancurkan bangunan sekolah sekalipun kau dapat menemukan kepuasanmu, Hanna kau salah besar” Abb menahanku, namun emosiku jauh lebih besar. “Aku tidak butuh ceramahmu, pergilah kau” aku berontak dan menepis tangan Abbraham namun tangan Abbraham lebih kuat dariku. “ Hanna, look at me, its not the real You, Fight it” aku tidak mengerti ucapan Abbraham. Kembali aku mengalami kesakitan kepala yang sangat luar biasa, aku merintih dan memegang kedua kepalaku, pemukul bassball terjatuh dari tanganku dan aku sekilas melihat Abb membuangnya lewat jendela yang telah aku pecahkan sebelumnya. Aku menjerit kesakitan, aku merasa tubuhku bukanlah milikku, badanku terasa sangat panas, aku kembali menjerit kesakitan saat sakit dikepalaku menyerangku kembali, Abb langsung membopongku. Setelah itu aku tidak ingat apa-apa lagi.

Saat aku tersadar aku sudah berada dirumah sakit dengan selang oksigen berada di mulutku, aku terbatuk, dan leherku sangat sakit, aku mencoba mencari gelas, dengan meraba tanganku, namun aku tidak menemukan, “Hanna jangan terlalu banyak bergerak” Abb memberikanku segelas air lengkap dengan sedotan, aku menghisapnya berlahan, namun tetap saja aku terbatuk dan leherku sangat sakit. Tubuhku seperti tidak memiliki tulang, aku betul-betul tidak memiliki tanaga. “Berapa lama aku disini” tanyaku pada Abb terbata-bata.
“Dua sampai tiga minggu aku kira” Abb tersenyum sambil meledekku, aku ingin ikut tersenyum, namun aku tidak punya tenaga untuk itu. Aku melepaskan oksigen dari mulutku, Abb coba menahan tapi aku bersikeras.
“Abb, mengapa kau selalu ada saat emosi ku meningkat? Mengapa kau tidak ikut membeku seperti yang lainnya” berlahan aku menyusun kalimatku. “Abb apakah kau anak laki-laki yang pernah ada di mimpiku saat aku berumur lima tahun?” aku mau semuanya terungkap saat itu juga aku lelah dengan semua ini. Aku lelah dengan keanehanku.

Wajah Abb tanpak kebingungan, sambil sesekali ia melihat kearahku, meski sambil tersenyum aku berani bertaruh ia mencemaskan sesuatu.

“Abb?”

“Hanna, aku kira kau belum siap untuk mendengar semuanya, kita tunda sampai kau sudah pulih, Ok. Nah sekarang kembalilah penjamkan matamu” Abb membetulkan posisi tidurku dan menaikkan selimut, namun aku menolaknya.

“Abb, sekarang atau tidak sama sekali”

Aku mempertegas, Abb kelihatan sangat bimbang, lalu ia menarik nafas sesaat dan kembali tersenyum kearahku, aku tidak membalas senyumannya.

“Abb siapa kau sebetulnya? Please tell me, am sick with all things, aku tahu kita satu sekolah, tapi hanya sebatas itu” aku meneteskan air mata. Aku merasa tak berdaya dengan semua tabir misteri yang berada disekitarku.

“Abb apakah kau anak laki-laki itu?” suaraku parau dan terdengar putus asa

“Bukan Hanna, itu bukan aku” Abb tegas menjawab pertanyaanku, aku menjadi bimbang, aku mengerutkan keningku.

“Anak laki-laki yang kau maksud itu adalah..em..dia adalah Mike” Abb tertunduk lalu kembali tersenyum, wajahnya sangat tenang, meskipun nada suaranya bergetar saat ia mengucapkan kalimatnya.

“But…but..how..its..I.. What..” aku kebingunagan, aku tidak dapat menemukan kalimatku, aku sangat-sangat kebinguangan, logikaku tidak berjalan dengan baik

“Hanna, aku minta kau tenang, stuttt, tenanglah” Abb mengelus kepalaku dan itu membuatku kembali rileks. “Akan ku ceritakan semuanya, tapi aku memintamu untuk tenang dan tidak memotong pembicaraanku, kau mengerti?” Abb menatap mataku dalam-dalam “Tapi aku” potongku, “Hanna, tidak ada kata tapi ok” aku hanya mengangguk.

“Saat aku menceritakan hal ini kau pasti akan mengalami kebingungan yang sangat, tapi aku memintamu untuk tetap tenang” tegasnya

“Hanna, Mike tidak pernah ada” Abb memintaku untuk diam dengan jarinya “Kau sudah berjanji, setelah aku bercerita kau boleh mengajukan pertanyaan sebanyak yang kau mau, aku janji” aku kembali menganguk, aku menghadapi kebingungan yang sangat. “Hanna aku melihat kemajuanmu sudah sangat pesat, aku bangga padamu” Abb memberikan senyum yang mempesona, namun aku tidak menanggapinya, aku masih berusaha menyimak setiap kata yang keluar dari mulut Abb. “Hanna, Mike hanya berada dalam benakmu, dia tidak pernah ada. Kau yang menciptakan Mike dengan fikiranmu” Tangisku pecah, aku bingung dan sama sekali tidak percaya dengan apa yang diucapkannya. Abb menggenggam tanganku sangat kencang. Aku mencoba protes, namun Abb kembali menahan. Laki-laki yang mengenakan kaos hitam lengan panjang itu mengambilkanku sebuah buku dan memperlihatkannya padaku. “Sebelum aku memperlihatkan buku ini padamu aku ingin bertanya, Hanna tahun berapa ini?” aku kebingungan, sambil mencoba mengingat dan tanggal yang sebenarnya aku malas mengingat “22 January 1975” jawabku, lalu Abb memberikan buku yang sedikit usang, lihat ini Hanna dibuku sekolah ini tidak ada murid yang benama Mike” aku mengalami shock yang sangat luar biasa, bekali-kali aku Abb mengusap punggungku, lalu sesaat memelukku, nampaknya Abb sangat memahami kebingunaganku, ingin aku mencoba tidak mempercayai ucapan Abb, namun semua bukti yang di berikan Abb menggoyahkanku, bahkan di foto kegiatan sekolah tidak ada Mike, bahkan siswa yang wajahnya mirip dengan Mike saja aku tidak menemukannya. Aku merasakan kepalaku sangat sakit.

“Hanna, aku harus menceritakan saat ini atau sama sekali tidak” tegasnya sambil menggenggam tanganku erat “Abb, aku takut” aku sudah tidak dapat berfikir panjang, kembali aku merasa bumi ini tidak memiliki gaya gravitasi, dan aku melambung jauh keudara.

“Hanna, saat ini adalah 14 february 2010” Abb memberikanku surat kabar, majalah yang kesemuanya terasa asing bagiku, mode baju, trand rambut dan semuanya. Aku hanya mampu menggelengkan kepalaku. “Abb apa maksud semua ini, Abb aku sudah sangat-sangat bingung dengan semua ini, aku mohon hentikan” aku membanting semua Koran dan majalah yang terasa asing bagiku, aku mulai menyadari suaraku sudah berubah. “Aku ingin pulang, aku tidak mau lagi mendengar semua omong kosongmu” Aku beranjak dari dudukku membuang selang infuse dan oksigen kelantai, namun Abb menahanku “Hanna, bukankah kau tidak suka hidup dalam penuh tanya jawab” Kalimat Abb mampu menahanku, entah untuk berapa lama, namun saat ini aku merasakan tubuhku sangat lemah dan rapuh.

“Saat ini Hanna, ini tahun 2010” Abb menyalakan televisi semua gambir terlihat asing bagiku, musiknya bentuk penyajiannya, aku mulai merasa terasingkan kembali. “Abb apa yang terjadi padaku, mengapa ini terjadi” aku hanya duduk tersungkur tidak punya tenaga. “Hanna, kau bisa melihat ini siapa” Abb memberikan satu foto padaku, didalam foto itu terdapat Nenekku dan Frank “Grand ma and Pa”, Abb tersenyum padaku hangat sekali, “Hanna, itu adalah dirimu” lembut Abb mengatakan kalimat yang membuatku terguncang “Itu foto masa depanku, itu maksudmu Abb?” aku kebingunagan. “Tidak Hanna, itu adalah kau yang saat ini” kalimat Abb lebih terdengar petir di telingaku, meskipun Abb mengemasnya dengan sangat indah. “Abb kau ngaur, itu adalah Old Hanna dan aku baru saja memasuki usia 17 tahun, Abb kau pasti sudah kehilangan akal sehatmu, aku mau pulang, cukup dengan kegilaan mu Abb” Aku memprotes keras. “Abb datang kearahku sambil membawakan sebuah cermin padaku “Hanna, lihatlah kedalam cermin” pintanya, lalu aku melihat kearah cermin dan tidak ada yang aneh padaku, aku masih Hanna yang muda, energik dan sempurna, namun berlahan aku melihat perubahan dalam cermin itu, aku melihat wajahku tiba-tiba berubah keriput, lalu rambut tembagaku tidak terlihat karena tertutupi rambut putih, dengan cepat aku melempar cermin itu, lalu memalingkan pandanganku kearah Abb, laki-laki itu hanya terdiam tertunduk, aku bangkit dari dudukku dan menghampiri kaca yang tersemat di dinding kamar, dan lagi aku melihat old hanna, nenekku. Nafasku tersenggal-senggal, Abb mengahampiriku dan membawaku kembali duduk diatas kursi, tubuhku seperti renta. Aku melihat kulit tanganku yang berubah menjadi keriput, akupun menangis tersedu-sedu bingung dengan apa saja yang baru aku alami “Abb apa yang terjadi dengank? Ada apa denganku?” aku kebingungan, kepalaku seperti berputar-putar.
“Frank adalah suamimu Hanna, kau lahir tahun 1940 dan menikah dengan Frank saat kau berusia 17 tahun, Frank adalah seorang dokter Hanna” Abb membungkuk mencoba mensejajarkan wajahnya dengan wajahku. “Hanna, aku adalah cucumu” Abb memelukku dan aku hanya terdiam mencoba menghubungan semua kalimat Abb yang tidak aku fahami sama sekali. Aku mencoba mengingat semua kejadian yang diceritakan oleh Abb mengenai kecelakaan yang membuatku seperti ini dan menewaskan satu-satunya putriku dan suaminya, yah sekilas aku mengingatnya, kecelakaan itu, pernikahan yang mungkin memang pernikahan putriku dan sepintas aku mengingat wajah Frank muda, namun samar sangat tersamar hingga akhirnya kepalaku kembali terasa sakit, Abb kembali memelukku. “Hanna” bisiknya “Aku ingin kau menemui seseorang yang sangat mencintaimu dan merawatmu selama ini”.

Aku mendengar pintu kamar dibuka, berlahan suara langkah kaki kudengar, aku melepaskan pelukan Abb dan melihat siapa yang datang, seorang laki-laki tua, namun tubuhnya tetap tegap, karena perawakannnya yang tinggi, “Hanna, my Princes” laki-laki itu mengeluarkan kalimat yang tidak asing bagiku namun aku tidak mengingat apapun. “Hanna ini Frank” tukas Abb lalu Abb berdiri disebelah laki-laki itu, sekilas mereka memang mirip, perawakan tubuhnya dan ketegasan pada bagaian mata dan hidung. Aku hanya duduk mencoba mengumpulkan puzel memori yang ada dikepalaku yang tidak tersusun.

“My Priences” laki-laki itu berdiri dengan lututnya, hingga wajah kami bertemu, tangan kanannya membawakanku bunga Lily, yang entah tiba-tiba saja kau menyukainya. “Bunga kesukaanmu” Frank memberikannya padaku, aku menemukan puzzle tentang bunga dan Frank dalam benakku, sekilas aku ingat bahwa aku pernah mencintai laki-laki yang berada dihadapanku ini dengan sangat. “Frank” kataku terbata-bata satu bulir air mata keluar dari sudut mataku sebelah kanan.

“Apakah kau sudah mengingatku Hanna?” tanyanya dengan suara berlahan, aku melihat mata birunya yang indah mulai berkaca-kaca. Aku mengganguk perlahan, Karena aku hanya mengingat berupa kepingan puzzle saja. Frank, laki-laki pilihanku yang sangat aku cintai, aku masih ingat jelas bunga Lily yang pertama kali Frank berikan untukku. Apa yang terjadi denganku, mengapa aku tidak dapat mengingat semuanya. Aku memeluk Frank sangat erat, erat sekali seolah-olah aku telah menemukan sesuatu yang hilang, cintaku yang hilang kini telah kembali.

Abbraham adalah cucuku, Dia dan Frank sudah merawatku selama ini, memberikanku pengobatan Psikologi dan Frank seorang dokter merawat bagian syaraf kepalaku. Frank telah merawat aku lebih dari 40 tahun, Frank dengan tulus cintanya merawatku tanpa putus asa, walaupun selama “masa hilang” ingatanku aku hanya sibuk dengan tokoh Mike Collin. Aku mengalami ganguan syaraf dan psikologys yang cukup dalam, selama 40 tahun aku terus beranggapan aku berusia 17 tahun dan selama ini aku berfikir bahwa aku dapat menghentikan waktu. Menurut teori yang di ungkapkan oleh Abbraham, tanda-tanda kesembuhanku terlihat pada saat tokoh Mike dalam fikiranku berlahan mulai hilang dan ditambah aku sudah tidak dapat “menghentikan”waktu itu menandakan aku mulai dapat menerima keadaan yang buruk. Aku kehilangan masa usiaku sekitar 40 tahun.

Terkadang banyak yang tidak aku fahami selama ini mengenai cinta, aku kini yang ternyata sorang wanita tua renta yang berusia 70 tahun. Aku kehabisan kata untuk mencari kata yang tepat megapa Frank selama ini bersabar terhadapku. 40 tahun bukanlah waktu yang sebentar. Setiap kali aku bertanya hal itu menjelang tidurku, Frank selalu berkata “Becouse I Love You My Princes”, dan aku lagi-lagi aku selalu meneteskan air mata.

I Love You Frank…Thank You For Your Love…

Lima tahun sejak dari umurku yang baru ini aku sudah menjalankan kehidupan normalku bersama Frank, kami sangat bahagia, berjalan pagi setiap hari, makan malam yang indah, aku merasa seperti baru saja bertemu dengan Frank kembali, aku telah menemukan cintaku dan hidupku. Aku tidak pernah mengira ada seseorang yang begitu sabar seperti Frank, seseorang yang begitu mencintaiku dalam segala keadaan lemahku.

Sampai tadi pagi aku dikejutkan oleh surat berwarna biru muda, surat itu ditujukan kepadaku, dibalik amplop itu tidak tertera alamat pengirim
Dear Hanna..
“Hanna, I Just wan You To Know That I Will Always Love You”

With Love,
Mike Collin

Tanganku gemetar membaca surat itu. Aku tidak tahu lagi apakah ini nyata ataukah hanya halusinasiku kembali, namun surat itu aku simpan dengan baik tanpa sepengetahuan Frank. Aku menyimpannya karena entah mengapa ada ruang kecil yang selalu terjaga untuk Mike Collin, Cinta halusinasiku, Entahlah.

Selasa, 22 Juni 2010

Jawab pake senyum di tukang sayur

Pernah ikutan ngerumbung gak di tukang sayur bareng sama ibu-ibu???
Kalo belum pernah..Ehmm.... (Sungguh beruntunganya....)
ini yang aye alamin sewaktu di tukang sayur untuk yang ke beberapakalinya...

"Balada Dialog Di tukang sayur"
Prolog kejadian

Sebagai warga pendatang yang baru di suatu tempat, kita perlu bersosialisasi, terutama sama tetangga, kebetulan karena aye kerja dari pagi mulai maling mau pulang sampe magrib, yaitu dimana maling sedang merencanakan aksinya kembali..*kok tau yah....-gak yang terakhir ngasal, ntar di amuk persatuan maling seIndonesia lagi- intinya waktu bersosialisasi sangat terbatas, seperti sebuah ungkapan berkata tetanggamu lebih dekat dari saudaramu. -yaa...minimal kalo bawang atau cabe abis didapur kita bisa ke dapur tetangga, kan lebih dekat dari saudara hehehehe...-

Dialog dihari minggu

Tukang sayur : "Kalo gak salah ini menantunya pak..."-maaf nama tidak boleh di publikasi-
Aye : -baru mau buka mulut sambil senyum-
ibu2 A : "Iyah inikan menantunya pak titik-titik" -penyerobotan pertama-
Tukang sayur : "Yang kemaren baru nikah itu yah"
Aye : -buka mulut sambil senyum dengan niat menjawab pertanyaan-
Ibu2 B : "iyah toh...istrinya mas .... (nama suamiqu tentunya, iyah kan mba?" matanya mengarah ke aye, -penyerobotan kedua-
Aye : Iy.... -gak bisa melanjutkan karena ada penyerobotan ke tiga-
Ibu2 A : "Kerja di mana mba?"
ibu2 B : "Lah..wong mbanya ini ngajar kan mba?? iyah toh..."
Tukang sayur : "Waah...enak dong, cuma tinggal berdua masaknya gak usah banyak-banyak"
ibu2 A : "lah...enggak kan adenya yang bontot sekarang ikut.... iyah kan mb" matanya kembali ke aye
Aye : "iy..." -pake senyum yang di paksa"

Selanjutnya ibu-ibu A melanjutkan dugaannya kenapa sibontot ada dirumah, trus si ibu-ibu B sambil menambahkan dan si tukang sayur sipendengar yang setia dan Aye?? HALLO....yang sedang kalian bicarakan keluarganya -pada ketiga orang itu-

Belanja selesai.

Kesimpulan
1.ternyata tanpa sering-sering bersosialisasi mereka sudah tahu semua tentang aye ma keluarga
2.Yang terpenting kalo belanja ke tukang sayur bawa MP3 trus pasang lagu pake headset yang kuenceng trus pasang senyum aja -karena kalo di tanya udah ada seksi penjawab pertanyaan-
3.Meskipun lagi sariawan gak bisa ngomong tetep bisa ke tukang sayur....

Selasa, 25 Mei 2010

Catatan Kaki

Mencoba berdiri dengan bantuan sebuahah tongkat
Berlahan mencoba memijakkan kaki di hamparan bumi
Namun,
Satu anak panah melesat dari arah yang tidak kuperkirakan
Dari arah belakang datangnya dan mengenai jantungku, kembali aku terhempas
Aku buta, tak dapat kupastikan siapa musuhku

Dengan rasa sakit kucoba kembali bangkit dengan tongkat yang masih dalam genggaman
Mencoba mengabaikan rasa sakit yang mustahil ku hilangkan
Menjadi seseorang yang tangguh yang sepertinya mustahil ada pada diriku
Mencoba memiliki jiwa seperti air laut yang mustahil ku miliki

Aku hanya mampu menangis dan menjerit sambil mengangkat tubuhku
Terseok berjalan berlahan sambil merasakan darah yang keluar dan sakit yang terperih
Ku paksakan membalikan tubuhku sambil tersungkur
Aku masih tidak dapat melihat musuhku,
Aku hanya dapat menyaksikan satu anak panah kembali datang kearahku
Kukerlingkan bola mataku untuk melihat sosok di balik busur
Terntaya...

Minggu, 21 Februari 2010

Sayap

Aku dipersimpangan jalan
Mencoba mengibaskan sayapku
Untuk menjelajahi angkasa luas

Aku adalah burung kecil yang mencoba
Untuk melihat belahan duniaku yang lain
Aku berlari sebelum merentangkan sayapku

Aku berlari dengan wajah penuh semangat
Wajahku berseri untuk menyingsong duniaku yang baru
Aku pun berlari kencang

satu...dua...tiga... aku merentangkan sayapku
Namun...aku terjatuh..
Satu sayapku telah patah..

Rabu, 10 Februari 2010

Satu Titik

Satu Titik

Aku melihat warna itu biru,
Tapi kau melihatnya hijau
Aku melihat ombak itu indah,
Namun kau katakan ombak itu mengerikan

Aku mengatakan bunga itu buruk,
Namun kau mengatakan bunga itu bunga yang indah
Akankah kita bertemu?

Kita tak bisa sepaham,
karna kita melihat dari sudut yang berbeda.
sebelah kirimu adalah sebelah kananku.

Terkadang kupikir,
mengapa kita tak coba mengalah.
aku berdiri disampingmu,
atau kau berdiri di sampingku,
maka kita akan sama-sama melihat dari sudut yang sama.
hingga akhirnya,
indah bagiku, adalah indah juga bagimu.
Sayang itulah titik kita.. Satu Titik

Jumat, 05 Februari 2010

Little Alya in Hogwarts (part 2)

GELAP

Aku tidak bisa melihat apapun

Aku tidak dapat merasakan tubuhku

Alya tidak dapat merasakan tubuhnya sendiri, tubuhnya semakin jauh jatuh kedasar danau, namun terdengar sayup-sayup mantra terlapazkan, namun ia tidak dapat memastikan apa bunyi mantra itu dan ditujukan pada siapa. Tubuhnya sudah tidak lagi dapat merasakan dinginnya air danau hitam seperti saat gadis dengan nama keluarga Gonzales itu pertama kali tercebur. tangan mungilnya mencoba mengepal sesuatu yang dapat ia jangkau, namun percuma
tubuhnya seperti tidak bertenaga

Billy...

Hanya nama itu yang mampu ia ucapkan dalam benaknya saat mata bundarnya hanya mampu melihat satu titik cahaya dari permukaan danau yang gelap, namun berlahan sinar itu mulai redup hingga pada akhirnya sinar itu tidak tampak. Sebelum sinar itu hilang, sepintas benak alya kembali pada saat pertama kali ia datang di hogwarts. Ransel kecil berwarna merah jambu tersemat punggungnya, koper kecil dengan warna senada ditangan kanannya, dan di tangan sebelah kiri terdapat sangkar yang tertutup dengan cover warna yang senada dengan pakayan putihnya dengan motif renda warna merah jambu. Tepat di pundak sebelah kanannya tersemat sesuatu yang berwarna hijau, mengkilat dan berlendir, yeah itulah Froogy.

Gadis kecil itu keluar dari kompertemenya dan berjalan mengikuti arus siswa siswi lainnya. saat itulah ia melangkahkan kaki pertamanya di Hogwarts. Pipi tembem dan mungil berwana merah sering menjadi santapan tangan usil beberapa kakak kelasnya yang gemas saat melihat wajah polosnya, saat seperti itu Alya hanya mampu mengerucutkan mulutnya untuk memperlihatkan ketidak sukaan atas tindakan mereka, namun dengan raut wajah seperti itu justru Alya kecil semakin terlihat lebih mengemaskan. alya memang terlihat 1 atau 2 tahun lebih muda
dari umurnya.

"Froogy aku takut"

Alya terdiam sesaat dan menyandarkan pipi tembemnya pada punggung Froogy yang masih berada di pundaknya.

"froooogggg"

Katak itupun berbunyi seolah-olah mengetahui kerisauan hati Alya. Gadis itu kembali melangkahkan kakinya saat ia sudah menyadari keadaan sekeliling sudah semakin sepi. Alya hanya mampu melihat beberapa siswa yang sepertinya satu angkatan dengannya, yeah dengan pakayan serba baru lalu berjalan sambil terkagum-kagum sudah dipastikan bahwa itu adalah siswa baru Alya memejamkan matanya. Ia membiarkan angin yang pelan-pelan menerpa wajahnya dan berusaha untuk mendengarkan dengan seksama. Suara-suara alam yang bergabung dan menciptakan sebuah simfoni yang menurutiswa nya indah. Alya mencoba mengusir rasa taut dalam benaknya. Gadis kecil yang kelahiran Mexico 22 Januari tahun 1962 itu hanya melihat satu anak perempuan siswi baru yang berambut pirang sepingang, anak laki-laki berwajah tampan namun, ekspresinya dingin sepertinya siswa baru juga dan seoang laki-laki yang berjalan di belakangnya sepintas alya memperhatikan laki-laki itu kelihatan lebih ramah dari pada laiki-laki yang berjalan di depannya.

"FROOOOGG..."

"Ada apa Froogy? kau sudah lapar?"

Alya mengerlingkan senyum manisnya pada binatang berlendir itu, menghentikan sesaat kakinya dan tampak berbicara berbisik pada pada Froogy

"Aku juga lapar"

"FROOGG"

"FROOOG"

"FROOG"

Alya membuang senyumnya dan mulai mengerutkan keninggnya, wajah imutnya memperlihatkan ekspresi ketidak sukaan, seolah-olah gadis itu mengetahui apa yang ada dalam benak Froogy, seolah-olah Alya kecil mampu menerjemahkan maksud Froogy.

"O'Ow...No Froogy....DONT"

Kata Alya setengah berbisik sampil memalinhgkan wajahnya kearah frogy dengan cepat

"FROOGGG"

"You wont dear Froogy...and Please dont..."

Sesekali gadis yang kelahiran dari keluarga pure blood itu melemparkan pandangannya pada gadis yang beberpa langkah berjalan di hadapannya, gadis berambut pirang yang panjang dan anggun tentu saja.

"FROOOGGGG"

Froogy meloncat dari bahu Alya
"Froogy dont"

Alya mencoba menangkap froogy, namun binatang hijau itu jauh lebih lihai Froogy melambung keudara sesaat, lalu mendarat dengan pendaratan sempurna diatas kepala gadis pirang itu pak seperti seorang pesenam.

"Ow NO..."
Alya berkomentar kecil, seolah-olah mengatahui apa yang akan dilakukan gadis pirang itu.

"Aaa....TIDAK...."

Gadis pirang itu berteriak

"Sudah kuduga" Alya mengumam.

Alya hanya mampu menghembuskan nafas, dan mencoba berjalan lebih cepat untuk mengambil froogy dari kepala anak perempuan berambut pirang, yang sampai saat ini masih menjerit histeris. Gadis yang kelihatannya jijik sekali dengan Froogy itu tidak melakukan apapun selain menjerit histeris.

Namun belumlah sampai pada pada anak perempuan itu, anak laki-laki yang berambut ikal berwajah tampan, namun dingin itu menghempaskan froogy dari kepala anak perpempuan itu dengan kasar, anak laki-laki itu menepisnya dengan kencang menggunakan tangan kanannya dan kini giliran Alya Yang berteriak histeris

"NO...FROOOGY"

Saat itu juga warna wajah Alya menjadi merah padam, wajah polosnya berubah menjadi wajah sinis yang ia layangkan pada laki-laki yang menepis Froogy. Alya mendorong kuat-kuat anak laki-laki itu dengan kencang hingga keduanya tersungkur jatuh. sepintas Alya melihat Froogy yang masih melambung di udara, secepar sekian detik Alya langsung bangkit lalu mencoba menagkap Froogy, namun mustahil terkejar, hinga akhirnya, seseorang yang lebih dekat dengan Froogy melompat dan mengakap Froogy

"Huup"
Froogy aman dalam gengaman.


"Hey anak perempuan sinting apa yang kau lakukan... kau mau membunuhku" Kata pemuda yang masih tersungkur di lantai. Nada suaranya terdengar sangat marah, namun alya tidak memperdulikan pemuda itu, yang ia fikirkan hanyalah keselamatan Froogy. Froogy bukanlah hanya seekor katak bagi alya, tapi keluarga, hanya froogy yang menemaninya saat kedua orangtuanya sibuk di kementrian sihir, Froogy menjadi tempat sesagalanya untuk bercerita.
"Froogy" Alya memanggil lirih Froogy, namun Froogy hanya terdiam tak bergerak dalam genggaman tangan anak laki-laki yang berjalan di belakanngnya yang kini sudah dihadapannya. Froogy tak bergerak sama sekali, Alya tidak mampu menyentuh froogy, ia membiarkan pemuda itu mengenggam froogy

"Frogy bangun...aku mohon"
Suara Alya lirih, mata bulatnya sudah berkaca-kaca, bibirnya bergemetar

Di sisi lain anak perempuan itu masih saja berteriak histeris.

"DIAM"

Kata anak laki-laki yang tersungkur itu berteriak pada gadis pirang yang itu sambil mencoba berdiri, dan gadis itupun terdiam lalu berlali sambil menangis

"Sudahlah kau berlebihan, itu hanya katak" kata anak laki-laki itu sambil berlalu, keliahatannya anak laki-laki itu mengurunkan niatnya untuk memarahi Alya saat melihat wajah mungil alya yang sedang sedih, wajahnya alya masih merah, kedua pipinya tampak lebih merah, anak laki-laki berambut ikal itupun berlalu sambil berkata "Sudahlah paling hanya pingsan"

Mendengar kata itu Alya langsung membalikan tubuhnya ke arah pemuda berambut ikal itu lalu mencopot sepatunya dan melemparkan kerah pemuda itu tepat dikepalanya

PLUKK

"Aww....Hey...." pemuda itu berbalik, diam sesaat memperhatikan wajah manis Alya lalu memungut sepatu pantovel alya lalu kembali melengos pergi sambil membawa sepatu Alya tanpa komentar apapun. Tangis Alya meledak, buliran air matanya melesat di pipi tembembenya, Alya menangis tersedu-sedu karna sedih akan froogy dan kesal pada anak laki-laki sinting itu. Alya kembali melepaskan sepatu sebelah kirinya dan kembali melepar pada arah anak laki-laki itu dan mengenai pungungnya. "Terimakasih kini aku punya satu pasang" kata anak itu polos lalu berlalu, begitu saja

Alya masih menagis tersedu-sedu kakinya hanya mengenakan kaus kaki berwarna merah jambu. Jengkel, marah, sedih, kesal semua tercampur aduk dalam hati Alya. Sumpah serapah yang dilayangkan pada pemuda itupun mulai terlapazkan dalam hatinya.

"Katakmu sudah sadar"